BREAKING NEWS :
Loading...

Sosiologi adalah Ilmu Sekuler, wajarkah?

Sosiologi Sebagai Ilmu Pengetahuan
Sosiologi sebagai salah satu cabang ilmu sosial yang telah dikatakan sebagai ilmu pengetahuan sebab, sosiologi telah memenuhi prosedur ilmiah yakni, empiris, objektif, rasional, sistematis dan terukur (Ambo upe, 2010:4). Sosiologi telah mencapai standar keilmiahan ilmu pengetahuan, sama dengan ilmu pengetahuan yang telah lebih dulu lahir seperti, psikologi dan filsafat. Sehingga sosiologi dikatakan sebagai ilmu pengetahuan. Perihal, sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, tentunya sama dengan ilmu pengetahuan alam, sebab sosiologi berawal dari filsafat positivisme yg notabenenya ilmu kealaman (naturale law). Puncak kejayaan sosiologi di katakan ilmu pengetahuan ketika Emile Durkheim memisahkan sosiologi dengan psikologi serta filsafat dalam karyanya "The Rules Of sociological Mhetod" (1895). Dengan berlandaskan kajian sosiologi adalah fakta sosial (baca George Ritzert, dlm sosiologi ilmu pengetahuan berparadigma ganda cetakan ke-10, 2013). Dengan demikian, sosiologi telah menjadi sebuah ilmu pengetahuan yang mampu berdiri sendiri dan mempunyai metodologi tersendiri sama dengan ilmu pengetahuan lainnya khususnya ilmu pengetahuan alam.

Sosiologi Sebagai Ilmu Sekuler, Wajarkah? 
Sering kali saya mendengar dan bahkan membaca berbagai referensi mengenai sosiologi sebagai ilmu pengetahuan. Seperti dalam Karya sosiolog indonesia Soejono Soekanto "Sosiologi sebuah pengantar", kemudian karya dosen penulis sendiri, Ambo Upe Tradisi Aliran Dalam Sosiologi, George Ritzert, sosiologi ilmu pengetahuan berparadigma ganda, dan masih banyak lagi yang mengulas tentang ilmu sosiologi ini. Di awal tadi, penulis telah paparkan bahwa sosiologi telah di katakan sebagai ilmu pengetahuan karena telah memenuhi prosedur ilmiah yakni, empris, objektif, logis, sistematis dan terukur, atas landasan inilah dikatakan bahwa sosiologi telah menjadi sebuah ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah, sama ilmiahnya dengan ilmu pengetahauan alam. Tak di pungkiri lagi, secara historis sosiologi lahir dalam induk ilmu pengetahuan filsafat yang dinamakan filsafat positivisme dalam karya bapak sosiologi Aguste Comte "The Course of positive philosopy" pada abad ke-19 (Ambo Upe, 2010: 6). Dalam karya tersebut, Comte menjelaskan sosiologi sebagai sebuah ilmu pengetahuan yg ilmiah mengikuti ilmu pengetahuan alam. Kemudian di kembangkan oleh Emile Durkheim (1895). Ia mengatakan hanya fakta-fakta sosiallah yang dapat dikaji dalam ilmu sosiologi, sebab fakta sosial benar-benar objektif. Kemudian, secara historis pula, ilmu pengetahuan alam mengalami masa kejayaan yang dikenal dgn istilah renainsance pada abad ke 17san, dimana para filosof mulai mengsibukkan diri untuk beralih pada dominasi gereja sehingga banyak dikalangan para kaum intelektual lebih beralih pada ilmu-ilmu sekuler seperti, ilmu pasti (matematika), ilmu falak, dan ilmu-ilmu pengetahuan alam. Hal ini terjadi, dalam abad ke 17, yg mencatat banyak para ilmuan lahir seperti, Newton, Harvey, Descartes, Pascal, Leewenhoek, dan masih banyak lagi (Sartono Kartodirdjo, 1990). Dengan kata lain, ilmu yg lebih awal muncul adalah ilmu sekuler, yang memisahkan kehidupan dengan agama, karena dengan cara itulah sehingga memperoleh ilmu pengetahuan yg benar-benar ilmiah. Sosiologi pulah sebagai ilmu pengetahuan sosial, lahir pada abad ke 19 yang dimana mengikuti cara berpikir ilmu pengetahuan alam, maka sosiologi juga dikatakan ilmu sekuler, sebab memisahkan hal-hal yang abstrak, yang diyakni oleh agama. Hal ini, wajarlah terjadi, sebab dengan cara itu sosiologi sebagai ilmu pengetahuan sosial dikatakan ilmu yang ilmiah, sebagaimana telah mengikuti prosedur ilmu pengetahuan ilmiah. Olehnya itu, kita bisa menarik benang merahnya bahwasanya sebuah ilmu pengetahuan tidak terkecuali sosiologi, harus dikatakan sekuler, tanpa terkecuali agama islam, sebab dengan cara itu ilmu pengetahuan dikatakan telah berhasil menjadi sebuah ilmu yg ilmiah. 

0 komentar:

Copyright © 2017 Wacana sosial