Suara yang Terpenjarakan (kritik menjelang pemilu SULTRA)

PEMILU Sebagai Manifestasi Sistem Demokrasi
Sistem demokrasi merupakan salah satu sistem kenegaraan, yang dimana menempatkan masyarakat sebagai sentral pemilih tetap. Untuk menjelang pesta demokrasi, para petuah-petuah PANWAS menyediakan berbagai macam persiapan untuk melaksanakan PEMILU. Dalam memilih pemimpin, tidak serta-merta secara tertutup, melainkan pemilihan dilakukan secara terbuka, sebab dengan cara inilah sistem demokrasi benar-benar diterapkan dalam sebuah negara. Menurut Fahrudin Fais (dalam ngaji teori Jurgen Habermas), mengatakan bahwa dewasanya demokrasi ketika bisa melihat berbagai macam problem (masalah) dalam ruang publik. Sebab, didalam ruang publik lah, seseorang mengekspresikan keluhannya. Olehnya itu, demokrasi harus bersifat terbuka terhadap masyarakatnya, sebab dengan cara inilah demokrasi bersifat rasional. Tidak sama seperti pada masa orde lama dan orde baru, yang menempatkan para pemerintah sebagai pusat untuk memilih pemimpin sebuah negara. PEMILU secara terbuka, sebagai manifestasi demokrasi tentunya sangat tepat, karena dengan pemilulah masyarakat bisa mengetahui secara langsung bagaimana karakter, gaya, dan sifat pemimpinnya. Tidak ada lagi ruang pembatas antara orang yang mau dipilih sebagai pemimpin dengan orang yang memilih pemimpinnya (masyarakat). Sehingga, sistem ini dikatakan sebagai sistem yang rasional.
Rasionalitas Pemilih Dalam PEMILU Serentak
Dalam PEMILU, baik PILKADA, PILGUB, maupun PILPRES, tentunya menempatkan para pemilih sebagai pusat suara. Dengan kata lain, para pemilih (masyarakat)-lah, sebagai akto-aktor PEMILU. Dengan cara inilah, sistem demokrasi dikatakan sebagai tulang punggung pemilih secara langsung, atau istilahnya pemilihan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pilihan secara langsung sebagai manifestasi demokrasi, tentunya, pemilih (masyarakat) menggunakan rasionalitasnya untuk memilih pemimpin yang tepat, dengan kata lain, pemilih tidak menjadi aktor yang pasif dalam memilih pemimpinnya. Akan tetapi, realitasnya dalam banyak penelitian tentang hak pemilih dalam pemilihan umum, pemilih tidak serta-merta penuh dalam menggunakan rasionya dalam pemilihan, melainkan ada intervensi dari luar diri seorang pemilih, hal ini disebabkan banyak faktor, seperti: isu Sara, maupun struktur dalam masyarakat tertentu. Olehnya itu, rasionalitas kebanyakan pemilih dalam pemilihan umum, masih bersifat keterpaksaan dalam melaksanakan pemilu khususnya Pilkada serentak.
Suara Yang Terpenjarakan (kritik menjelang pemilu SULTRA).
Diawal tadi, penulis telah paparkan bagaimana sistem sebuah negara untuk mengatur jalannya pemilihan seorang pemimpin dan ditemukan untuk zaman sekarang adalah sistem demokrasi. Dimana demokrasi, dalam memilih seorang pemimpin, menempatkan pemilih (masyarakat) sebagai pusat suara. Dengan kata lain, pemimpin dipilih tidak lagi bersifat secara turun-temurun (kasta), melainkan dikembalikan pada masyarakat itu sendiri (pemilih). Hal ini dilakukan, agar benar-benar demokrasi bebas dari paksaan, sehingga bersifat rasional. Kategori PEMILU demokratis, tentunya diatur sedemikian rupa agar PEMILU bisa berjalan dengan lancar, sehingga menempatkan PANWASLU sebagai aktor terpercaya untuk berjalannya sebuah PEMILU. Penentu seseorang (calon pemimpin) dikatakan layak, ketika memenangkan pemilihan umum yang kategorinya suara terbanyak, sehingga para anggota PANWASLU mengatur sedemikian rupa agar masyarakat ikut merayakan pesta demokrasi (pemilu serentak). Dengan kata lain, seluruh masyarakat diberi peluang untuk melakukan pemilu, dengan dalih untuk mendapatkan suara terbanyak para calon pemimpin. Sehingga tidak ada lagi ruang atau cela pemilih untuk tidak ikut dalam PEMILU teretentu. Secara khusus, PEMILU serentak yang akan dilaksanakan di tahun 2018 ini, menempatkan salah satu Daerah di Indonesia ikut mengambil bagian dalam pesta demokrasi lima tahunan ini. Sebut saja, SULTRA (Kota Kendari), dimana Sulawesi Tenggara sebagai salah satu Daerah bagian Indonesia tentunya tidak mau ketinggalan dalam PEMILU serentak ini. Berbagai media, baik cetak maupun elektronik, telah membuka informasi mengenai PEMILU khusunya di Sulawesi Tenggara (Kendari). Sehingga para pengawas pemilu, telah menyediakan berbagai persiapan untuk menjelang pemilu lima tahun terakhir ini. Salah satu usaha yang dilakukan (PANWASLU) adalah memberikan peluang kepada seluruh masyarakat Kota Kendari untuk melaksanakan pemilihan umum tersebut, ambil saja contoh: baru-baru ini, PANWASLU menyediakan posko pemilu di yang letaknya didalam Kapolres Kota Kendari, dengan tujuan agar para tahanan bisa melaksanakan pesta demokrasi ini (pemilu). Secara akal sehat, tentunya hal ini memunculkan berbagai pertanyaan yang sesuai dengan sifat demokrasi itu sendiri. Dimana kita ketahui bahwa demokrasi menempatkan kebebasan para aktor pemilih dalam menentukan pilihannya yang diluar dari kapabilitas para calon kandidat. Dengan kata lain, para pemilih harus bisa mengakses atau mengetahui para kandidat yang mereka akan pilih, agar supaya para aktor pemilih bisa menggunakan rasionya dalam memilih calon pemimpinnya. Tidak seperti pada para tahanan, mereka diberikan peluang untuk memilih para calon pemimpinnya, tanpa mengetahui bagaimana eksistensi dan kapabilitas para calon pemimpin. Sebab para tahanan hanya berada pada gedung jeruji besi di depannya. Hal ini, dilakukan hanya untuk memperoleh suara terbanyak, tanpa memikirkan rasionalitasnya. Menurut hemat penulis, jika ditinjau dari sifat demokrasi itu sendiri, maka ditemukan bahwa tidak relevan, sebab demokrasi menempatkan ruang publik untuk mengakses informasi mengenai kandidat para calon pemimpin yang benar-benar kapabel, akan tetapi realitasnya tidak demikian, karena aktor yang terpenjara dalam jeruji besi terpaksa dengan berat hati membebaskan suaranya kepada pemimpin yang tidak diketahuinya. Sehingga, hal ini tidak lagi bersifat rasional melainkan irasional. Olehnya itu, penulis menarik benang merahnya, bahwa eksistensi demokrasi bisa saja hilang ditelan jiwa yang tidak kritis terhadap realitas apa adanya. Sehingga menempatkan pula para tahanan untuk membebaskan suaranya demi untuk pemimpin yang tidak diketahuinya. Inilah yang disebut dengan "Suara yang Terpenjarakan".
Not SARAH but SARA (Suku Ras Agama dan antar Golongan)
BalasHapusSip makasih masukkannya
BalasHapusSlot Game - JammyHub
BalasHapus› products › slot-g 용인 출장샵 › products 화성 출장샵 › 동해 출장마사지 slot-g Slot Game - Slot Game - Slot Game - Online by 영천 출장안마 Slingo Casino. 대구광역 출장샵 Get Exclusive Slots Bonuses & Free Spins No Deposit needed & use Bonus Code: SHARP!