Makanan sebagai senjata politik
Entah bagaimana sebuah strategi yang jitu untuk mempengaruhi masyarakat dalam hal jelang PEMILU serentak. Akhir-akhir ini, dengan moment bulan suci ramadhan, para calon gubernur telah memberikan waktunya untuk mengkampanyekan diri sebagai salah figur. Hal ini tidak menjadi sebuah masalah melainkan sebuah kewajiban para calon untuk mengenalkan dirinya ditengah-tengah masyarakat yang notabenenya tidak paham dengan politik.
Dibulan suci ramadhan ini, moment yang paling tepat bagi mereka yang ingin memperkenalkan dirinya di masyarakat. Dengan membuat acara "buka bersama" yang dirangkaikan dengan sambutan figur pemimpin misalnya. Hal ini, telah menjadi sebuah stragegi yang jitu untuk menarik simpatisan masyarakat, sebab masyarakat sangat mudah untuk terpengaruh.
Entah ini menjadi acuan bagi para calon untuk mengadakan silahturahmi, ataukah hal ini dilakukan untuk mempengaruhi para masyarakat?, Tentunya hal ini, menjadi rahasia bagi para calon pemimpin khususnya gubernur. Momen buka bersama, merupakan momen silahturahmi sebab hal ini dilakukan mengundang seluruh masyarakat setempat untuk hadir dalam moment tersebut. Berbagai macam hidangan makanan yang telah disediakan oleh pemilik rumah, dengan tujuan membuat kenyamanan masyarakat yang diundang.
Makanan sebagai senjata politik
Entah benar atau tidak, penulis katakan bahwa sebuah makanan telah menjadi senjata perpolitikan, hal ini belum tentu benar dan belum tentu salah juga. Karena di zaman sekarang ini, yang katanya demokratis, tentunya para calon pemimpin yang ingin mendapatkan sebuah jabatan atau kursi pemerintahan, tidak lagi menggunakan sebuah kekerasan yang sifatnya otoriter. Melainkan strategi moral dan intelektual yang mendominasi. Hal inilah yang sama persis dikatakan oleh Gramsci, bahwa kekuasaan diperoleh tidak menggunakan kekerasan melainkan moral dan intelektual atau dengan istilah "hegemoni". Ya,, kira-kira seperti itulah yang terjadi saat ini.
Sama seperti moment buka bersama, yang tadinya subtansinya adalah silahturahmi antar sesama masyarakat, berubah menjadi momen politik para calon. Hal ini, tidak menjadikan masyarakat ikut secara langsung mengkampanyekan salah seorang figur. Akan tetapi, secara tidak langsung juga masyarakat terjun langsung dalam dunia politik. Dalam penulisan, makanan sebagai senjata politik ini, sebenarnya sebuah pengalaman penulis, yang dimana pada saat penulis di undang oleh salah seorang teman, untuk menghadiri kegiatan buka bersama dikediaman rumah (teman), pada saat menjelang beberapa menit penulis melihat ada salah seorang figur yang menghadiri kegiatan buka bersama. Penulis berasumsi bahwa, salah seorang figur tersebut ingin memperkenalkan dirinya kepada masyarakat dengan cara mengadakan kegiatan buka bersama. Sekali lagi, ini tidak menjadi persoalan, sebab itulah politik yang sifatnya demokratis.
Lebih lanjut, kegiatan buka bersama yang telah dihidangkan berbagai macam makanan yang enak-enak, tentunya ini menjadi sebuah pertukaran sosial antara seorang figur dengan masyarakat. Pertukaran sosial yang sifatnya materi ini, telah menjadi sebuah senjata dalam politik. Karena secara langsung masyarakat langsung diperkenalkan oleh calon gubernur-wakil gubernur. Masyarakat pun, menjadi senang akan hal ini, sebab mereka mendapatkan keinginannya berupa makanan. Atau sebagai pertukaran sosial berupa materi.
Dibulan suci ramadhan ini, moment yang paling tepat bagi mereka yang ingin memperkenalkan dirinya di masyarakat. Dengan membuat acara "buka bersama" yang dirangkaikan dengan sambutan figur pemimpin misalnya. Hal ini, telah menjadi sebuah stragegi yang jitu untuk menarik simpatisan masyarakat, sebab masyarakat sangat mudah untuk terpengaruh.
Entah ini menjadi acuan bagi para calon untuk mengadakan silahturahmi, ataukah hal ini dilakukan untuk mempengaruhi para masyarakat?, Tentunya hal ini, menjadi rahasia bagi para calon pemimpin khususnya gubernur. Momen buka bersama, merupakan momen silahturahmi sebab hal ini dilakukan mengundang seluruh masyarakat setempat untuk hadir dalam moment tersebut. Berbagai macam hidangan makanan yang telah disediakan oleh pemilik rumah, dengan tujuan membuat kenyamanan masyarakat yang diundang.
Makanan sebagai senjata politik
Entah benar atau tidak, penulis katakan bahwa sebuah makanan telah menjadi senjata perpolitikan, hal ini belum tentu benar dan belum tentu salah juga. Karena di zaman sekarang ini, yang katanya demokratis, tentunya para calon pemimpin yang ingin mendapatkan sebuah jabatan atau kursi pemerintahan, tidak lagi menggunakan sebuah kekerasan yang sifatnya otoriter. Melainkan strategi moral dan intelektual yang mendominasi. Hal inilah yang sama persis dikatakan oleh Gramsci, bahwa kekuasaan diperoleh tidak menggunakan kekerasan melainkan moral dan intelektual atau dengan istilah "hegemoni". Ya,, kira-kira seperti itulah yang terjadi saat ini.
Sama seperti moment buka bersama, yang tadinya subtansinya adalah silahturahmi antar sesama masyarakat, berubah menjadi momen politik para calon. Hal ini, tidak menjadikan masyarakat ikut secara langsung mengkampanyekan salah seorang figur. Akan tetapi, secara tidak langsung juga masyarakat terjun langsung dalam dunia politik. Dalam penulisan, makanan sebagai senjata politik ini, sebenarnya sebuah pengalaman penulis, yang dimana pada saat penulis di undang oleh salah seorang teman, untuk menghadiri kegiatan buka bersama dikediaman rumah (teman), pada saat menjelang beberapa menit penulis melihat ada salah seorang figur yang menghadiri kegiatan buka bersama. Penulis berasumsi bahwa, salah seorang figur tersebut ingin memperkenalkan dirinya kepada masyarakat dengan cara mengadakan kegiatan buka bersama. Sekali lagi, ini tidak menjadi persoalan, sebab itulah politik yang sifatnya demokratis.
Lebih lanjut, kegiatan buka bersama yang telah dihidangkan berbagai macam makanan yang enak-enak, tentunya ini menjadi sebuah pertukaran sosial antara seorang figur dengan masyarakat. Pertukaran sosial yang sifatnya materi ini, telah menjadi sebuah senjata dalam politik. Karena secara langsung masyarakat langsung diperkenalkan oleh calon gubernur-wakil gubernur. Masyarakat pun, menjadi senang akan hal ini, sebab mereka mendapatkan keinginannya berupa makanan. Atau sebagai pertukaran sosial berupa materi.
0 komentar: