BREAKING NEWS :
Loading...

Terpenjaranya Pikiran, sehingga Sulit Berkreasi


Gambar kreatifitas manusia
Bungkamnya pemikiran manusia ditandai dengan tidak adanya karya-karya baru yang sifatnya dinamis. Hal ini bisa saja terjadi jika pemikiran kita dikuasai oleh sistem pemikiran yang sifatnya konservatif, dalam artian, pemikiran seseorang dijewantahkan kedalam pemikiran yang menganggap dirinya paling benar sehingga mampu mentotalitaskan pemikiran dengan dalih pemikiran itulah yang paling benar. Dikatakan pemikiran konservatif, sebab pemikiran itu mempertahankan keadaan atau status quo yang dimana keadaan itu belum tentu hasil pemikiran yang paling benar. Inilah yang dikatakan oleh para ahli kritikus dengan sebutan "bertahan diepistem sendiri, tanpa mau menerima epistem orang lain". 

Jika kita berada pada pemikiran demikian, maka yang akan terjadi, pemikiran manusia hanya berputar pada porosnya sendiri tanpa mau keluar dari porosnya, padahal jika ditinjau secara kritis, pemikiran kita tidak hanya terbatas pada dirinya sendiri, melainkan pemikiran kita mengalami bembongkaran makna-makna yang ditelaah oleh pikiran kita. Sebagaimana menurut Derrida, kebenaran yang dihasilkan pemikiran itu tidak mutlak kebenarannya, melainkan hanya sebatas pemaknaan dari pikiran manusia itu sendiri. Jadi, kebenaran hanya datang pada jejak kebenaran itu sendiri, bukan pada hasil yang di berikan oleh pikiran. 

Atas dari persoalan ini, salah seorang tokoh kritik Mazhab Frankfurt generasi kedua "Jurgen Habermas" (Fahrudin Fais, dlm ngaji filsafat), mengatakan bahwa ketidakmampuan pemikiran kritik muncul dipermukaan disebabkan oleh dua faktor yakni pertama, adanya sistem dan kedua, adanya pasar. Lebih lanjut, sistem disebutkan sebagai suatu keadaan yang telah terpola sedemikian rupa, sehingga siapa yang keluar dari sistem itu, maka ia melanggar, sehingga pemikiran kita diatur oleh sistem tersebut. Kedua, adanya pasar, disebutkan bahwa pasar suatu keadaan yang dikuasi oleh rasionalitas kepentingan dan keuntungan, sehingga segala sesuatu di objektif kan layaknya sebuah benda mati, seperti hubungan manusia dengan manusia yang seharusnya kepentingan itu dijewantahkan kedalam kepentingan intersubjektif, akan tetapi hubungan itu dijewantahkan kedalam Rana kepentingan objektif sehingga semua pemikiran manusia hanya mementingkan keuntungan yang ingin dicapai, jika hal ini terjadi, kata Habermas, maka, kita akan saling menjatuhkan antar sesama manusia.

Susahnya Berkreasi
Jika pemikiran kita berada pada posisi yang dijelaskan diatas, maka sesungguhnya pemikiran kita akan terpola sedemikian rupa, sehingga kita tidak merdeka dalam berpikir. Jika pemikiran tidak merdeka dalam berpikir, sesungguhnya kreatifitas, kreasi, serta hal-hal yang baru, tidak akan mungkin kita ciptakan diatas permukaan. Kalau ini terjadi, maka sebut saja kontroling pemikiran oleh sistem yang ada benar-benar terjadi, setelah hal ini terjadi, maka ilmu pengetahuan tidak mungkin mengalami perkembangan, melainkan berada pada porosnya sendiri. 

Penulisan singkat ini, sebenarnya dijewantahkan pada pemikiran yang sifatnya konservatif, artinya bahwa pemikiran itulah, yang paling dianggapnya benar dan dialamatkan kepada pemikiran kita, serta menganggap pemikiran lain salah. Selain itu, penulis utarakan tulisan ini, sebagai manifestasi dari realitas yang penulis alami, sebut saja, Rana diskusi, Rana perkuliahan, maupun pada Rana proses pembelajaran secara umum. 

Seperti yang penulisan tadi katakan bahwa pemikiran yang seharusnya berkreasi, akan tetapi pikiran kita dibatas oleh keadaan atau sistem yang terpola, maka otomatis pemikiran kita akan Terpenjarakan dibawah satu atap yakni konservatif yang notabenenya mempertahankan status quo. 
Jika, ini terjadi, sebuah karya akan bungkam ditelan oleh keadaan yang ada, sebab tidak mampu dijewantahkan di permukaan....

0 komentar:

Copyright © 2017 Wacana sosial