BREAKING NEWS :
Loading...

Ketika Batu Sebagai Sumber Penghasilan

Foto warga pemecah batu
Fenomena masyarakat di Negara Indonesia, mulai dari problem sosialnya hingga pada problem materinya, sangatlah bersifat heterogen. Hal ini tidaklah menjadi persoalan yang rumit sebab, Indonesia adalah salah satu negara yang notabenenya adalah masyarakat majemuk. Masyarakat Indonesia tidaklah menjadi sebuah masyarakat yang heterogen jika tidak di pengaruhi oleh kondisi geografisnya. Inilah yang menjadi cikal bakal atau latar belakang masyarakat Indonesia bersifat majemuk, walaupun memang, ada pengaruh yang lain, seperti; latar belakang suku, bangsa dan negara yang berbeda.

Kondisi geografis ini, sangatlah menentukan sebuah mata pencaharian penduduk. Adalah tidak mungkin seorang warga hanya berdiam diri tanpa memanfaatkan alam disekelilingnya. Sebagai warganya yang majemuk, Indonesia memiliki pula berbagai macam matapencaharian dari masyarakatnya. Mulai dari pertanian, perkebunan, jasa, saham, sampai pada pertambangan. Fenomena ini, tidaklah hadir dengan sendirinya melainkan kondisi di zamannya. Artinya bahwa sebuah pekerjaan yang hadir, entah itu sulit atau mudah, sangat ditentukan oleh kebutuhan pada saat itu. Sebagaimana yang terjadi saat ini, di zaman modern, seluruh negara berbondong-bondong bekerja pada Rana pertambangan, sebab material tambang sangatlah dibutuhkan di zaman ini, sebut saja pertambangan "batu suplit". Pertambangan ini, dibutuhkan untuk membangun fasilitas struktur sebuah negara, seperti; jalan transportasi.

Dengan kondisi seperti ini, masyarakat Indonesia berpotensi untuk bekerja di Rana pertambangan. Salah satu daerah tambang yang adalah di negara Indonesia adalah Pulau Sulawesi, terkhusus Sulawesi Tenggara (Kota Kendari). Daerah Sulawesi Tenggara memiliki berbagai macam pertambangan. Sebut saja tambang emas (Bombana), tambang batu (Konawe Selatan) dan masih banyak lagi pertambangan. Dalam penulisan yang singkat ini, penulis akan singgung sebuah potret masyarakat berpenghasilan dari sebuah batu. Tentulah hal ini, menjadi sebuah pengalaman tersendiri penulis melihat kondisi masyarakat seperti itu. 

Daerah penambang "batu suplit" yang telah disinggung adalah Daerah Konawe Selatan (SULTRA) tepatnya pada Kecamatan Moramo Utara. Daerah ini memiliki tambang batu, sehingga mendorong masyarakatnya beralih profesi. Sebut saja, Desa Tanjung Tiram yang berada di Kecamatan Moramo Utara ini. Dimana, masyarakatnya adalah mayoritas masyarakat nelayan, sebab mereka tinggal dekat dengan laut. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, sebagian profesi nelayan digantikan menjadi profesi "pemecah batu". Hal ini terjadi dikarenakan kondisi daerah ini memiliki tambang batu, sehingga mendorong masyarakatnya untuk bekerja sebagai pengumpul dan pemecah batu yang kemudian di jual pada pihak perusahaan. 

Sebagaimana pengakuan salah satu warga desa Tanjung tiram, Ibu Munarti, mengatakan bahwa "saya membeli batu yang kemudian, saya suruh orang lain untuk memecahkannya" (kata Munarti). Lebih lanjutnya, beliau mengatakan bahwa penghasilan yang mereka dapatkan sangatlah sedikit, hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan sangatlah banyak. Seperti; biaya upah yang diberikan untuk tenaga pemecah batu sebanyak, Rp. 7000/ember, kemudian biaya pengangkutan, dan masih banyak lagi. Sedangkan penghasilan yang didapatkan adalah 600.000/red. 

Keringat warga pemecah batu yang berada di Desa Tanjung Tiram, tidak menjanjikan sebuah kesejahteraan pada bidang materi, sebab penghasilan dari keringat itu sangatlah kurang untuk kebutuhan sehari-harinya, yang dimana kebutuhan pokok semakin meningkat. Akan tetapi, hal ini menjadi buah bibir masyarakat tanjung tiram, mau tidak mau mereka harus tetap melaksanakan kewajibannya sebagai pemecah batu. Hal ini yang dikatakan "ketika batu sebagai sumber penghasilan".



0 komentar:

Copyright © 2017 Wacana sosial